Sunday, December 30, 2007

Nganyam Kertas


Gara-gara temenku Nanik bilang kalau dia pernah dapat tugas nganyam kertas waktu SD, aku jadi inget tugas keterampilan tangan pertama di masa SD. Di kelas dua SD, wali kelasku Bu Lilis mengajarkan kami bagaimana membuat anyaman kayak tikar dengan bahan kertas berwarna.


Malam ini, Minggu (30/12) aku coba bikin anyaman yang sama dari kertas bekas kalender (bentar lagi kan tutup tahun) dan kertas brosur. Nah ini dia hasilnya. Thx, Nik.

Wayang Koran

Tadinya aku gak suka wayang. Tapi setelah lihat tetangganya Kang Zaini, pengamat mainan dari Bandung, bikin wayang dari batang singkong kering, rasa-rasanya sih aku juga bisa bikin wayang kayak gitu. Apalagi Kang Zaini selalu meyakinkan kalau membuat mainan itu gampang. "Anak kecil saja bisa, kok," kata Kang Zaini.
Baru setelah beberapa bulan pertemuan dengan pembuat wayang singkong mainan di Bolang, Subang, akhirnya awal Desember 2007 (lupa tanggalnya), aku berhasil bikin wayang dari kertas koran yang bertumpuk di samping mejaku.
Wayang ini dibuat malam-malam seusai deadline di kamar kantor. Waktu itu badan lagi demam dan flu. Tapi gak terasa karena bersemangat bikin mainan. Emang awalnya pusing. Lupa lagi gimana cara bikinnya. Beberapa kali nyoba dan gagal, akhirnya wayang koran itu jadi juga. Sip....!!!

Boneka Uprit dan Entul

Gara-gara ketemu Dinda, temenku yang masih kelas empat SD dan hobi bikin boneka dari kain planel, aku jadi pingin nyoba juga bikin boneka. Tapi selalu gak sempet beli kain planel. Akhirnya, aku pakai kain katun bercorak bunga coklat bekas bikin piyama dan kain katun putih entah bekas bikin apa.

Eh...pas mau ngisi kain, gak ada dakron. Hehehe...akhirnya pakai kapas aja. Jadilah si Uprit dan si botak Entul. Dua boneka ini dibuat sekitar pukul 23.00, di kamar kos Bandung, Rabu (19/12/2007).

Libur Sekolah

Schoolchildren knit and knot the holidays away in Bandung
July 14, 2007 Yuli Tri Suwarni
The Jakarta Post, Bandung

Some 20 children were sitting on the floor holding colorful threads and chopstick-like sticks in their hands. Most of them were about to learn something they had never learned before: Knitting.

The children were not at school but rather at a hotel in Bandung, West Java.
Their instructor, Yenti Aprianti, said today the children would be taught about Macram‚, a method of textile making which uses a knotting, rather than weaving or knitting, technique.

Knotting, which predominantly uses square knots and forms of hitching, has been used by sailors and in a decorative sense, such as on knife handles and around bottles, for aeons.

Yenti said the technique is easily practiced and would sharpen the children's creativity as well as introduce them to many shapes and forms. The technique, she said, was first taught to boys in Scandinavia and Germany, but in its development it became popular among girls. The threads can easily be thickened and leather rope can also be used, widening the technique's appeal.
In Indonesia, Macrame‚ is used to make various handicraft products such as bags, bracelets and even chairs.

"Who wants to make a wallet? Anyone want to make bracelet? Let's hold the sticks and cover it with threads like this," Yenti directed the children, aged between six and 15 years.

The children were soon clicking away with their needles and colorful thread while learning the Macrame‚ technique.

"I love to make bracelets, animal dolls and even dragonflies, even though it's difficult," said 8-year-old Angela Muksim, a second grader at S.D. Tunas Bangsa elementary school in Bekasi. It was not the girl's first knitting experience, but she said she never grows tired of the art because of the wide variety of products she can make.

For 9-year-old Faiza, a fourth grader at S.D. Budi Mulia in Jakarta, the course presented her with her first knitting experience, though she has grown accustomed to various knitting products such as bags and cell phone pouches.
"It's fun to make it yourself," she said while proudly showing off an orange bracelet she had made.

Twelve-year-old Jessica, a third year student at S.M.P. Harapan Bunda junior high in Jakarta, was not troubled in her efforts to knit, producing a handbag and bracelet and helping younger kids with their individual projects.
But the one-hour course did not provide enough time for the students to complete their knitting projects, as some were collected by their parents, eager to check out of the hotel.

"Let's finish this at home," Jessica said to her sister, who was reluctant to leave when the course was over.

The class was held for school children staying at the Savoy Homan Bidakara hotel in Bandung during their school holidays. Most came from Jakarta with their parents.

The hotel's public relations manager Diah Suhandi said for this year's school holidays, the hotel would hold a raft of short courses for children. Of the hotel's 147 rooms, 40 were occupied by families. The Macrame‚ course was the first of such courses to be held. "Other courses will include cooking and ceramics," Diah said. Children staying at the hotel were pampered, given gifts and allowed to borrow various games for two hours, including Playstations and table soccer.

Gelang Makrame Kayu Manis

bahan : kayumanis, tali
(Bandung, 21/12/2007)

Foto: Rony Ariyanto Nugroho

Gelang makrame rempah 1

bahan : mahkota dewa, kayu manis, tali
(Bandung, 21/12/ 2007)
Foto : Rony Ariyanto Nugroho

Saturday, December 29, 2007

gantungan kunci makrame rempah

bahan :
kayu manis, mahkota dewa, tali, besi pengait
(Bandung, 21/12/2007)

Makrame dan Pasar Kosambi


Pasar Kosambi dan makrame, apa hubungannya?

Ada. Hubungannya dimunculkan Spicefest :)

Bulan Desember 2007, Republic Entertainment bikin acara Spice Festival atau Spicefest. Kirain pameran rempah-rempah semua. Gak tahunya rempah tetap cuma jadi "bumbu". Nah ada satu stand yang coba menjadikan spice sebagai "bumbu" dalam aksesoris. Lupa apa nama standnya. Tapi beberapa lama ngamatin orang yang lagi kursus sekejap bikin akseoris dari rempah-rempah seperti kayu manis, tiba-tiba aku pingin langsung berburu di pasar tradisional Kosambi, Jalan A. Yani, Kota Bandung.

Pasar tersebut menjual berbagai macam rempah. Murah-murah. Aku beli rempah yang buat kare...bentuknya kayak bintang. Apa ya namanya? trus beli empat genggam mahkota dewa kering Rp 1500, plus kayu manis 3 batang Rp 1500. Aku juga beli bor manual, gergaji, berikut sekotak mata bor, dan sekalian beli pengukir sabun dengan uang Rp 60.000 saja.

Pulangnya iseng coba-coba bikin aksesoris yang digabungin dengan makrame. Jadinya anting, gantungan kunci dan gelang. Nah, ada kan hubungannya Pasar Kosambi dan makrame....:p

Makrame Pertamaku


Ini dia kantung handphone hasil kursus sejam. (Bandung, 03/2007)

Rame-Rame Bikin Makrame

Pernah ikut pramuka? Atau inget gak bentuk tali pluit pramuka? Atau masih nyimpen buku saku pramuka?

Semua pertanyaan itu ada hubungannya dengan makrame atau seni tali temali. Nah salah satu bentuk makrame itu adalah tali pluit pramuka. Di buku saku pramuka, ada tuh langkah2 gimana caranya membuat berbagai macam tali. Dari mulai tali untuk ngiket kepala kambing biar gak mencekik tapi gak mudah lepas, sampai tali makrame itu.

Sayangnya, dulu sewaktu SD dan gabung di pramuka, aku gak pernah peduli sama lembar-lembar pelajaran tali temali itu. Baru setahun lalu ketertarikan itu muncul. Gara-garanya, aku datang ke sebuah acara Pasar Seni Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung. Di situ ada tempat kursus kerajinan yang buka stand. Aku ambil brosurnya dan ada footo makrame yang lucu, seperti gantungan pot dan tas akar pohon (akarwangi). Wah...jadi pingin langsung belajar deh.

Beberapa hari setelah itu, aku telepon tempat kursus craft itu. kebetulan gurunya ada dan biaya kursusnya cuma Rp 100 ribu. Itu pun udah dikasih bahannya berupa segulung benang woll. Segulung woll berdiameter sekitar 0,5 cm itu kalau beli di Pasar Baru Bandung harganya cuma Rp 8.000.

Belajarnya cuma sejam. Terus dilanjutkan di rumah. Berhubung aku harus pulang ke kantor dan ngejar deadline tulisan, akhirnya kegiatan membuat makrame itu dilanjutkan di kantor. Besoknya aku sudah punya kantung handphone warna hijau dari woll yang aku bikin sendiri dengan tekhnik makrame. Karena seneng, aku bagi-bagi ilmunya pada dua temen di kantor. Kan asik tuh kalau kita bisa rame-rame bermakrame.

Setelah berhasil bikin kantung handphone yang ngabisin satu gulung benang woll sebesar dua kepal tangan orang dewasa, aku coba-coba bikin ikat pinggang, ternyata satu gulung benang woll cuma bisa jadi satu buah ikat pinggang buat orang yang ramping, bukan untukku :p

Makin penasaran sama makrame, akhirnya aku makin seneng "nyelam" di internet untuk nyari berbagai kreasi makrame dari website orang-orang asing. Menurut Wikipedia sih katanya makrame awalnya adalah seni tali temali yang digunakan oleh cowok-cowok di Eropa Timur untuk bikin berbagai macam benda, salah satunya kantung belati. Tapi ada juga yang bilang makrame sebagai seni tali temali dari Arab.

Di luar hiruk-pikuk sejarah makrame, yang paling menarik adalah ada banyaaaaaak banget kreasi makrame. Mulai dari tirai pintu dan jendela, berbagai perhiasan, sampai meja dan kursi. Kalau bikin meja kursi sih aku nyerah deh. Rumit dan aku gak suka2 banget sama mebel.

Liburan sekolah tahun 2007, aku ditawarin ngajar keterampilan untuk anak di Hotel Savoy Homann. Aku tawarkan untuk bikin makrame sederhana berupa gelang. Tapi aku juga bawa contoh capung-capungan, kumbang, dan tas handphone agar anak-anak dan orangtua yang ikut kursus itu bisa mendapat gambaran bahwa makrame bisa menjadi media bikin apa saja. Hanya ada beberapa anak yang cepat ngerti dan berhasil bikin makrame. Tapi itu sudah bagus karena seperti roti, gak semua orang suka roti dan gak semua orang suka roti bisa bikin roti toh...Acara kursus tersebut sempat diliput dan dimuat surat kabar The Jakarta Post, 14 Juli 2007.

Yang aku rasain kalau bikin makrame, kayaknya motorik halus terus diasah, terbangun kesetiaan pada satu pola. Konsentrasi serta kecepatan berkembang setelah itu. Kreasi tentu saja jadi energi buat terus bermakrame. Yuk bikin makrame...

Thursday, December 27, 2007

Celengan Batik di Sekolah

Inget gak waktu masa-masa sekolah. Terutama yang ngalamin SD di Indonesia pada era-era 70 atau 80-an. Guru kita sering banget ngasih tugas membuat keterampilan tangan.

Inget gak pernah bikin apa aja?

Aku sekolah di SD Dramaga II, Kabupaten Bogor tahun 1982 sampai 1988.
Waktu itu pengajaran di kelas dipegang guru wali kelas. Jadi semua pelajaran gurunya satu....itu-itu aja. Kecuali, guru agama dan guru olahraga. Aku lupa siapa ya guru yang suka ngasih tugas bikin barang-barang keterampilan tangan. Kalau yang suka ngasih tugas menyanyi di depan kelas sih, aku tahu.... Itu pasti ibuku. Hehehehe.....

Yang aku inget, waktu SD pernah disuruh bikin CELENGAN BATIK. Kami membuatnya rame-rame dengan beberapa kelas lain. Bahan-bahannya terdiri dari celengan tanah liat, minyak tanah, dan cat tembok.

Caranya minyak tanah dimasukkan dalam ember, lalu dituangi cat warna-warni turus diaduk biar terbentuk warna-warna abstrak kayak batik. Nah...baru deh celengan tanah liatnya dicelupin beberapa menit. Angkat dan jadilah celengan batik. Tinggal dijemur rame-rame.

Asik deh. Setelah setiap orang punya satu celengan, kami semua berfoto di depan taman apotik hidup. Mejeng di muka tanaman jahe, kunyit, dan lainnya. Sayang kayaknya aku ennggak menyimpan foto-foto itu. Hari ini, masih ada enggak ya sekolah yang ada lapangan olahraganya, lapangan upacara, dan apotik hidup, plus pohon buah yang guede. Hehehe....

Oh ya dulu bangunan SD Dramaga II Bogor masih bangunan lama. Mungkin bangunan sekolah inpres. Sekolah inpres sebagian besar dibangun tahun 1970-an. Bangunannya tinggi dan kokoh. Di depan kelas ada beberapa tempat duduk dari tembok. Saking seringnya didudukin, temboknya sampe licin mengkilat. Kalau pantat ditempelin di sana, nyessss.......dingin banget.

Dinding sekolahnya 3/4 adalah tembok dan 1/4nya lagi batu kali. kelasnya juga gak berjendela. Setiap kelas cuma dilengkapi ventilasi selebar setengah meter dan ditutup kayu-kayu dan kawat belah ketupat. Tapi ventilasi itu berada dekat ujung atas dinding. Jadi susah deh, enggak mungkin dipanjat anak-anak SD. Intinya gak bisa ngintip ke dalam kelas, kecuali nekad buka pintu.

Di setiap depan pintu kelas yang tinggi dan lebar ada jalur baris menuju kelas. HHihihi...dulu paling sebel berbaris. Apalagi periksa kuku tangan. Sekarang baris di depan kelas masih ada gak sih????

Nah di kanan-kiri jalur berbaris, ada pohon jambu guede deh. Tapi sayang gak pernah berbuah. Cuma tuh pohon lumayan juga bisa dipakai main benteng-bentengan. Kami juga suka main galasin (gobak sodor) atau yeye (lompat tali), dan goel (permainan tali karet yang diputar), serta kakapalan (loncat di area yang sudah digambari kapal dengan biji yang dilemparkan terbuat dari pecahan genteng) di lapangan kecil dekat pohon jambu itu.

Kapan-kapan aku ceritain tentang perubahan gedung sekolahku jadi gedung baru. Sekarang aku mau coba bikin celengan batik lagi ah....sambil mengingat-ingat pernah dapat tugas keterampilan apa lagi ya? Oh ya, nanti celengan batik buatanku aku pajang di sini deh....

Sementara ini, kalau kamu mau cerita tentang tugas keterampilan tangan waktu SD, boleh juga berbagi cerita di sini.