Sunday, August 12, 2018

Membuat Kain dengan Desain Pribadi (1)



Sempet kepikiran pingin bikin desain motif kain sendiri. Tapi sadar diri kalau rasanya pengetahuanku masih jauh untuk menjangkau itu semua. Jadi sambil baca-baca textile desain yang ternyata ribet dan detail banget, saya pun iseng-iseng ngumpulin beberapa motif yang kayaknya lucu buat dijadikan motif kain.

Kebayang sih itu motif harus di mix and match biar bisa menghasilkan motif yang baru. Saat ini baru googling aja, ngumpul-ngumpulin aja yang kira-kira lucu dari mulai polkadot, geometri, culinary, sewing tools, bunga, arsitektur, city, dan lainnya. 

Kalau anda sendiri suka motif kain yang seperti apa?


Menemukan draft tulisan ini yang saya buat tahun 2015 lalu membuat saya mengerenyitkan dahi sendiri. Saya ingat betul, ide membuat motif kain sendiri itu muncul karena saya seing melintasi Jl. Suci, Bandung yang dipadati kios jasa pembuatan dan penyablonan kaos. Saya juga senang membeli kain, terutama berbahan katun. Bandung memudahkan saya untuk melayani kesenangan saya dalam hal melihat-lihat dan membeli kain. Kota ini memiliki sentra-sentra penjualan kain, baik kain lama maupun baru dengan berbagai jenis bahan, antara lain kawasan perbelanjaan King, pusat perdagangan kain Cigondewah, pusat denim dan toko kain lama Tamim, dan Pasar Baru.   Mengoleksi batik dari berbagai daerah dengan motif-motif khas juga memicu perhatian lebih saya pada kain. Jeleknya saya senang menumpuk kain itu tanpa mengubah wujudnya menjadi berbagai barang kreatif karena seringkali sayang untuk memotongnya.

Beberapa cara pembuatan motif kain yang pernah saya tahu antara lain sablon,ikat celup, batik, melukis, dan cetak.


1. Sablon
Teknik ini saya kenal ketika belajar di kelas Desain Grafis saat kuliah 20 tahun lalu. Sebetulnya sih kami hanya buat stiker. Tapi pengetahuan menyablon  yang ternyata mengasikkan itu tetap merupakan hal menyenangkan dalam benak saya. Saya sempat browsing kursus atau pelatihan sablon di Bandung. Saya menemukan sebuah tempat kursus usaha penyablonan. Pada tahun 2015 itu harganya berkisar Rp. 1,5 juta untuk pelatihan kelas reguler selama beberapa hari. Biaya itu meliputi materi pembuatan desain, menyablon dengan berbagai media dan teknik, serta seluk-beluk bisnis penyablonan. Saat itu saya sudah sempat berkomunikasi dengan pemilik usaha kursus tersebut dan saya harus menunggu jumlah peserta memadai. Sayangnya hingga  saat ini saya tidak mendapatkan telepon balik.

Bagi yang tertarik mempelajari penyablonan sekarang ini aksesnya semakin mudah karena sudah muncul komunitas-komunitas hobi menyablon di berbagai daerah, antara lain Komunitas Sablon Wonogiri dengan akun instagram sablonwng.co, Komunitas Sablon Jakarta  (@Jakartaserigrafia), Komunitas Sablon Jogja, Komunitas Sablon Malang, Komunitas Sablon Banten (@komunitas_sablon_banten), Komunitas Sablon Purwokerto (@purwokertokomunitassablon), Komunitas Sablon Sidoarjo (@komunitassablonsidoarjo),  Komunitas Sablon Sulawesi Tengah (@centralcelebes_screenprinters), Komunitas Sablon Ngawi (@ngawiscreenprinting), Komunitas Sablon Kulonprogo (@komunitas_psk), Komunitas Sablon kediri (@komunitassablonkediri), Komunitas Sablon Pasuruan, dan Komunitas Sablon Bogor (@salblonerbogor), dan lainnya.

Wuiiihhh....belajar nyablon jadi makin mudah dan murah tentunya dengan hadirnya komunitas-komunitas ini ya.

2. Batik
Saya mengenal batik setelah bekerja sekitar tahun 2000-an. Pekerjaan saya membuat saya harus berada di beberapa kota. Dari sekian banyak kota itu, beberapa kota memiliki daerah khusus pembuatan batik. Kawasan batik yang saya kenal untuk pertama kalinya adalah kawasan
Paoman, Indramayu. Letaknya tidak jauh dari hotel tempat saya menginap saat itu. Secara tidak sengaja tukang ojek yang saya sewa untuk mengantarsaya ke beberapa daerah di Indramayu untuk kepentingan pekerjaan menceritakan batik khas Indramayu dan berjanji akan mengantarkan saya ke sana untuk melihat-lihat kawasan kampung batik tersebut.

Informasinya sangat menarik sehingga saya memutuskan untuk berkunjung. Jalan-jalan menelusuri gang di sana sendirian, karena Mamang ojeknya betul-betul hanya mengantarkan saya ke depan kawasan perbatikan itu saja tapi tidak menemeni untuk keliling-keliling sehingga saya sempat terbengong-bengong dan celangak-celinguk dulu di awal-awal perjalanan semi petualangan di tempat baru itu. Sepertinya Mamang ojek memang pengemudi profesional yang tidak mencoba mencari peluang sebagai pemandu wisata. Hehehe....Tapi salut sih atas kepekaannya memberi informasi tentang kota tempat tinggalnya pada turis lokal macam saya. Kemampuan memberi informasi ini penting loh karena dengan demikian kita bisa saling belajar tentang budaya dan keragaman masing-masing daerah, serta merasakan betul Bhineka Tunggal Ika itu tidak dapat ditampik dalam kehidupan berbangsa kita. Dan, berbeda itu memang demikian indah.

Keberagaman itu langsung saya tangkap begitu saya disapa oleh seorang ibu muda  di sana. Mungkin saya kelihatan betul celangak-celinguknya. Hehehe...walau aslinya sih mudah banget mengenal yang mana orang asing karena kehidupan sebagian besar perkampungan di Indonesia, kan memang guyub dimana setiap orang mengenal warga di sekitarnya dengan baik.
Ibu muda itu ternyata juga perajin batik dan mengajak saya masuk ke rumahnya. Ia juga  menceritakan dengan begitu detail kekhasan dari batik Indramayu yang motifnya didominasi binatang dan tumbuhan laut karena mereka memang merupakan masyarakat pesisir yang sangat akrab dengan kehidupan laut.

Saya juga sempat diantar berkeliling kampung batik di sana. Di halaman-halaman rumah tersampir batik-batik setengah jadi, perempuan-perempuan yang sedang mencanting dan mencelup warna. Sebagian besar perempuan yang membatik berusia lanjut. Hanya sedikit saja perempuan mudanya.
Pengalaman dari Indramayu membuat saya jadi lebih tertarik mengenal batik dan ternyata kantor saya tidak begitu jauh dari Museum Tekstil di kawasan Tanahabang, Jakarta. Di museum itu saya makin tahu bahwa batik Jogja memiliki motif berbeda dengan batik Solo, Garut, Tasikmalaya, Cirebon, dan lainnya. Di antara banyak motif itu, saya paling suka motif batik dari Cirebon. Cirebon tidak hanya memiliki motif megamendung yang kesohor itu loh, saat jalan-jalan ke kawasan batik Trusmi saya menemukan ada batik motif guci-guci Cina, motif tentara kerajaan, dan lainnya.

Oh ya untuk mengenal teknik pembatikan dengan lebih dalam, saya juga sempat menyisihkan waktu bekerja saya untuk ikut kursus membatik di Museum Tekstil. Di sana tak hanya membatik, saya juga diperkenalkan pada jenis-jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan warna alami yang bisa digunakan sebagai pewarna kain, antara lain kayu nangka penghasil warna  kuning muda, kunyit penghasil warna kuning, daun teh menghasilkan warna cokelat, dan daun alpukat untuk warna hijau lumut.
Inti dari pembatikan adalah menggambar motif, menutup motif dengan lilin panas, lalu mencelup warna, melepaskan lilin melalui proses perebusan, menjemur kain yang sudah dibatik, dan merapikan kain.

Nah, sampai di sini dulu ya, tulisan berikutnya akan saya share tentang teknik ikat celup, lukis, dan membuat kain dengan motif dicetak yang lagi ngehits itu. (Yenti Aprianti)

No comments: